Sahabat saya yang hatinya tegas,
yang tidak mungkin menyerahkan kehidupannya untuk dikuasai oleh kekhawatiran.
Hidup kita terlalu penting untuk digunakan menua dalam kekhawatiran.
Dan kita juga menyadari bahwa kita tidak mungkin merasa pantas bagi kehidupan yang kuat, jika kita lebih patuh kepada rasa takut gagal – daripada kepada ketertarikan untuk berhasil.
Dia yang menganalisa rencana-rencananya dengan hati yang takut gagal, akan cenderung tidak bertindak. Bahkan, jika tindakan itu adalah satu-satunya syarat bagi diturunkannya rezeki pengubah hidup dari langit.
Tetapi, dia yang memeriksa rencana-rencananya dengan hati yang berani, yang berharapan baik, akan cenderung bertindak. Bahkan, jika tindakan itu sudah ditetapkan oleh para peramal sebagai yang pasti gagal.
yang tidak mungkin menyerahkan kehidupannya untuk dikuasai oleh kekhawatiran.
Hidup kita terlalu penting untuk digunakan menua dalam kekhawatiran.
Dan kita juga menyadari bahwa kita tidak mungkin merasa pantas bagi kehidupan yang kuat, jika kita lebih patuh kepada rasa takut gagal – daripada kepada ketertarikan untuk berhasil.
Dia yang menganalisa rencana-rencananya dengan hati yang takut gagal, akan cenderung tidak bertindak. Bahkan, jika tindakan itu adalah satu-satunya syarat bagi diturunkannya rezeki pengubah hidup dari langit.
Tetapi, dia yang memeriksa rencana-rencananya dengan hati yang berani, yang berharapan baik, akan cenderung bertindak. Bahkan, jika tindakan itu sudah ditetapkan oleh para peramal sebagai yang pasti gagal.
yang tidak mungkin menyerahkan kehidupannya untuk dikuasai oleh kekhawatiran.
Hidup kita terlalu penting untuk digunakan menua dalam kekhawatiran.
Dan kita juga menyadari bahwa kita tidak mungkin merasa pantas bagi kehidupan yang kuat, jika kita lebih patuh kepada rasa takut gagal – daripada kepada ketertarikan untuk berhasil.
Dia yang menganalisa rencana-rencananya dengan hati yang takut gagal, akan cenderung tidak bertindak. Bahkan, jika tindakan itu adalah satu-satunya syarat bagi diturunkannya rezeki pengubah hidup dari langit.
Tetapi, dia yang memeriksa rencana-rencananya dengan hati yang berani, yang berharapan baik, akan cenderung bertindak. Bahkan, jika tindakan itu sudah ditetapkan oleh para peramal sebagai yang pasti gagal.
Bersikap dan berlakulah lebih berani.
Karena, berani adalah merasakan ketakutan yang sama dengan orang lain, tetapi tetap bertindak.
Karena, kita tidak mungkin menemukan tambang berlian di tengah hutan jika kita hanya bersedia berjalan di jalan-jalan setapak yang jelas tanda-tandanya yang menunjuk ke jalan pulang.
Karena, kita tidak mungkin memimpin pelayaran yang akan menemukan pulau-pulau baru, jika kita tidak bersedia kehilangan pandangan dari pantai pulau kediaman kita
Lalu, jika itu semua jelas dan logis, mengapakah masih ada di antara kita yang masih merasa khawatir dan bahkan takut untuk melakukan yang sudah jelas baginya untuk dilakukan?
Karena, berani adalah melakukan sesuatu dengan kemungkinan gagal yang lebih besar.
Karena, berani adalah melakukan yang justru kita takuti.
Karena, melakukan yang aman, melakukan yang lebih terjamin, melakukan yang mudah, melakukan yang sudah pernah, dan melakukan yang sudah bisa dan biasa – tidak dapat disebut sebagai berani. Itu semua – wajar, dan sangat wajar bagi yang mau-nya hanya yang aman.
Sahabat saya yang tegas hatinya,
Tanpa kita sadari, kita sering mengajukan banyak syarat – entah kepada siapa; agar yang kita lakukan aman, agar tidak ada resiko gagal, agar pasti berhasil, agar mudah pelaksanaannya, dan agar tidak meletihkan.
Sesungguhnya, kita sering menetapkan syarat kepada upaya yang disyaratkan oleh Tuhan sebagai pengubah nasib kita.
Saya mohon Anda mencermati yang ini:
Upaya adalah pengubah nasib. Upaya adalah syarat yang ditetapkan oleh Tuhan sebelum Dia memasukkan kita kedalam kehidupan yang lebih baik.
Tetapi, kita ‘menjawab’ Tuhan dengan menetapkan syarat kita sendiri - yang bahkan lebih banyak dan rinci, sebelum kita bersedia berupaya.
Lucu ya? Upaya adalah syarat yang ditetapkan oleh Tuhan, jika kita berharap agar doa dan permintaan kita dipenuhi oleh Tuhan. Tetapi, eh! … kita ‘membalas’ dengan seolah-oleh mengharuskan Tuhan memenuhi syarat-syarat kita, sebelum kita bersedia bertindak.
Maka marilah kita berlaku lebih ikhlas dalam keimanan kita kepada Tuhan.
Jika kita berani, kita tidak akan sibuk merincikan syarat-syarat yang sebetulnya adalah rincian dari rasa takut kita.
Jika kita berani, kita akan mencukupkan Tuhan sebagai sebaik-baiknya penghitung bagi ketulusan kita dalam bekerja bagi kebaikan diri dan kebaikan mereka yang kita layani.
Jika kita berani, kita bertindak yang membaikkan kehidupan.
Karena,
Jika kita ber-Tuhan, kita berani.
Dan karena,
Keberanian adalah penunjuk tingkat iman.
………..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar